Light Novel Violet Evergarden Bahasa indonesia Chapter 7

Light Novel Violet Evergarden Bahasa indonesia Volume 2 Chapter 7


Mayor dan Segala Hal Baginya


Saya suka bunga. Saya suka puisi. Tapi yang paling saya senangi adalah menulis tentang penggambaran pertempuran. Saya ingin menjadi kuat. Saya mengambil nama Violet dari sebuah puisi yang saya suka, "Roses's Red". Nama orang selalu memiliki sebuah makna.


-Akatsuki Kana




Kapan perasaan itu tumbuh dalam dirinya? Dia tidak tahu apa penyebabnya. Jika dia pernah ditanya apa yang dia sukai tentangnya, dia takkan bisa mengungkapkannya secara langsung dengan kata-kata.

"Mayor." Sebelum dia menyadarinya, dia merasa senang setiap kali dia memanggilnya. Dia percaya bahwa dia harus melindunginya saat dia mengikutinya dari belakang. Dadanya ditumbuk dengan rasa kecintaan yang tidak pernah berubah.

--Untuk siapa dan untuk tujuan apa pengabdian itu? Menganggap semua itu demi diriku ... bibirnya secara otomatis hanya akan mengucapkan kata-kata yang terdengar menyenangkan bagiku. Karena dia mencari pengabdian dan perintah, Mendengarkan perintah Tuannya adalah motivasinya. Lalu ... bagaimana dengan hidupku sendiri? Bagaimana dengan cintaku Untuk siapa mereka?



Mayor dan Segala Hal Baginya

Mata Zamrud terbuka. Mereka milik anak kecil. Terbuka lebar dari bayi muda yang belum berusia enam tahun genap dan baru terbangun dari tidurnya, mencerminkan dunia di sekitarnya.

Dia melompat dari kereta yang merupakan tempatnya tidur disepanjang jalan, pemandangan musim panas menyebar di depannya. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah keindahan pepohonan yang berbaris menuju hutan hijau. Saling berdekatan satu sama lain, dari yang tua sampai anakan pohon, mereka berdiri dengan bermartabat. Bayang-bayang yang terbentuk oleh cahaya lembut dan murni yang mengalir ke bumi dari celah di antara dedaunan hampir tampak seperti penari. Daun-daun itu bergoyang tertiup angin, terdengar seperti tawa gadis kecil.

Selama musim seperti itu, bunga putih yang ditiupkan ke dalam badai kelopak bunga merupakan ciri khas Leidenschaftlich. Hampir seperti badai salju di negara-negara utara, bunga-bunga melayang di udara. Batangnya yang menjalar dikaitkan dengan pahlawan yang telah melindungi negara ini dari serangan yang tidak terhitung jumlahnya, dan tertanam di seluruh negeri. Bunga-bunga indah bermekaran dari mereka selama perubahan dari musim semi ke musim panas.

"Ini adalah bunga keluarga kita." Ayahnya membisikkan satu kalimat itu, berjalan di depannya.

Matanya, yang telah bergerak ke berbagai arah saat ia dipimpin oleh kakaknya, mendarat di punggung ayahnya. Mungkin merasakan tatapan hangat anak laki-lakinya, sang ayah berbalik satu kali, dan meski dia tidak tahu, bisa jadi untuk memastikan apakah dia benar-benar mengikuti dari belakang. Sama seperti dirinya yang muda, iris ayahnya berwarna hijau, warnanya sedikit berbeda, tatapannya terlihat tajam.

Dari kenyataan ayahnya telah berbalik ke belakang, dia merasa senang sampai ingin berdansa. Itu adalah kekaguman. Namun, meski hatinya senang, ekspresinya kaku. Yang dia khawatirkan hanyalah apakah dia telah melakukan sesuatu yang perlu ditegur saat itu juga.

"Apa itu ... tentang 'bunga keluarga kita'?" Kakak laki-lakinya dengan buruk meniru kata-kata ayah mereka dengan nada rendah.

Orang tua dan anak-anak mengikuti jalan setapak hijau. Di balik pemandangan yang diciptakan oleh keindahan alam inilah yang sepertinya menjadi area untuk fasilitas pelatihan militer. Di dalamnya ada beberapa orang yang mengenakan seragam hitam keunguan yang sama seperti ayah mereka. Anak kecil itu bertindak seolah-olah menjelajahi sesuatu yang aneh, dan apa yang terbentang di hadapan matanya yang berkelap-kelip dengan penuh keingintahuan adalah sosok tentara yang berbaris dengan rapi.

Sang ayah membawa anak laki-lakinya ke kursi yang tampaknya menjadi tempat duduk bagi orang-orang khusus untuk menonton sesuatu yang akan dimulai. Meninggalkan mereka di kursi yang diatur di luar rumah, sang ayah meninggalkan mereka.

Selain mereka yang mengenakan seragam tentara, ada juga tentara yang mengenakan kerah putih pelaut. Di sekitar pesawat tempur dan pengintai, mereka bercakap-cakap satu sama lain, terbagi bersih menjadi dua bagian. Meskipun keduanya merupakan kekuatan pertahanan, mereka tampaknya sadar diri dan tidak bersahabat satu sama lain. Dari mata seorang anak, itu adalah pemandangan yang aneh.

Gugup karena tidak melihat ayahnya di mana pun, dia mengepakkan kedua lengan dan kakinya, tanpa sengaja menjatuhkan pandangannya ke kakinya. Bunga bougainville, yang ayahnya sebut "bunga keluarga" mereka, terjatuh. Sambil meregangkan tangannya dengan gigih berusaha membawanya ke telapak tangannya sambil tetap duduk, kakaknya yang duduk di sampingnya menahan tubuhnya.

"Gilbert, tenanglah." Seperti yang dikatakan saudaranya dengan nada cemberut, Gilbert patuh menurutinya.

Dia adalah anak yang patuh. Rumahnya adalah Leidenschaftlich, dan dia adalah keturunan pahlawan negara militer selatan yang terkenal.

Bagi Pria Bougainvillea, sudah menjadi kebiasaan untuk mendaftar ke tentara. Ini bukan pertama kalinya ayahnya, yang memiliki posisi pangkat tinggi di dalamnya, membawa adiknya dan dirinya ke acara serupa.


Saudaranya menggenggam tangannya dan memegangnya erat-erat. Bahkan tanpa dia melakukannya, Gilbert bukanlah tipe anak yang mengulangi kesalahan setelah dimarahi karenanya.

"Jika kau mempermalukan nama Bougainville, aku akan dihukum karena mengabaikan tugasku untuk mengawasimu."

Karena saudarany menerima ceramah bersama dengan tinju omelan ayahnya adalah sesuatu yang sering disaksikan dalam rutinitas sehari-hari mereka, sudah pasti baginya untuk menunjukkan respons yang selaras, untuk tidak merusak suasana hati ayah mereka. Gilbert mengerti dengan baik.

Di rumah Bougainvillea, di mana Gilbert dan saudara laki-lakinya tinggal, setiap orang harus melakukan tindakan mereka dengan sangat hati-hati; Jika tidak, rasanya dinding rumah, seperti menonjol dengan jarum, kuku, pedang, dan duri mawar, dan menembus tubuh mereka dan mengeluarkan darah. Alih-alih menjadi tempat yang nyaman, rumah itu menilai mereka terus-menerus. Begitulah rumah mereka.

"Membosankan ..." kata saudaranya, setengah cemberut. Matanya tidak hanya ditujukan pada tentara angkatan darat, tapi juga tentara angkatan laut. "Hal semacam ini ... sepertinya membosankan, bukan, Gil?"

Meskipun Gilbert dimintai pendapat, dia bingung untuk menjawabnya. Dia tidak bisa menyetujui itu.

--Kenapa kau mengatakan itu?

Dia percaya perasaan seperti kebosanan harus dibuang dalam situasi itu. Terlepas dari betapa membosankannya hal itu, mereka harus menanggungnya. Karena itulah ia telah berhenti bertindak seperti anak yang mudah dipengaruhi oleh orang lain. Saudaranya seharusnya menyadari hal itu juga, jadi mengapa dia mencari kecocokan melalui mulutnya?

Karena Gilbert masih balita, dia menjawab dengan cara seperti anak kecil, "Kau tidak bisa mengatakan hal seperti itu."

"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa bagi kita untuk berbicara pelan tentang ini. Memangnya aku akan  membiarkan bahkan pikiranku dikendalikan. Kau tau, Gil ... ini pasti ... sesuatu yang ayah dan kakek, dan bahkan buyut kita lakukan selama ini. Ini yang terburuk, kan? "

"Kenapa itu buruk?" Tanya Gilbert.

"Bukankah seolah-olah mereka tidak memiliki kemauan sendiri? Dengar, alasan ayah membawa kita ke sini hari ini adalah untuk mengatakan, ‘Kau akan menjadi sepertiku'. "

"Kenapa itu buruk?" Tanya Gilbert.

"Ini untuk membuat kita mengerti bahwa kita tidak punya pilihan apapun selain ini."

"Kenapa itu buruk?" Tanya Gilbert.

Karena dia tidak memahami saudaranya tidak peduli apa pun yang ia katakan, ia tampak frustrasi dan kesal, dengan ringan mengepalkan tinjunya dan dengan kuat memukul bahu Gilbert dengan tangan yang telah memegangnya. "Aku ingin menjadi seorang pelaut. Bukan sembarang pelaut. Seorang kapten yang akan memimpin rekan-rekan dan menjelajahi seluruh dunia. Aku juga ingin kapalku sendiri. Gil, kau itu mudah belajar jadi kau bisa menjadi penjelajah juga. Tapi ... aku ... kita tidak akan pernah diizinkan untuk menjadi apa yang kita inginkan. "

"Bukankah itu sudah jelas?" Gilbert berkata, "Kita berasal dari keluarga Bougainville."

Rumah tangga itu disusun dengan rapi dari hierarki piramida dimana ayahnya berdiri di puncak; Di bawahnya ada ibu, paman dan bibi, dan di bawahnya ada saudara laki-laki tertua, Gilbert dan saudara perempuan mereka. Di rumah dimana Gilbert lahir, wajar bagi orang-orang yang lebih rendah untuk menurunkan kepala mereka ke yang lebih tua, dan menentangnya tidak dapat ditolerir. Gilbert dan saudaranya adalah gear kecil yang dimaksudkan untuk melanjutkan keluarga Bougainvillea dengan melindungi kehormatan kepahlawanannya. Bisakah sebuah gear menyerukan apa yang ingin mereka lakukan? Tidak, mereka tidak bisa.

"Kau ... benar-benar dicuci otak, ya ..." Dengan suara yang mengisyaratkan kasihan, saudaranya berbisik dengan jijik.

--Aku penasaran …'Cuci otak' itu apa.
 Sementara dia tenggelam dalam pikirannya, pesawat tempur itu terbang. Untuk melihat burung-burung besi saling bertemu dan menggambarkan busur di langit, Gilbert melihat keatas. Pesawat berpotongan dengan Matahari dan menghilang sejenak. Itu sangat mempesona. Namun, bola matanya terasa sakit seolah terbakar, menyebabkan dia menutup matanya perlahan.

Mungkin karena terkena sinar matahari, air matanya terbentuk.










Mata Zamrud terbuka. Mereka milik seorang pemuda bijak. Mata yang mencerminkan kekejaman yang bukan hanya dari ayahnya tapi juga kepribadiannya sendiri, juga kebaikan dan kesepian, menatap boneka. Lebih seperti, seorang gadis yang mirip boneka. Di sudut penglihatannya adalah sosok kakaknya, yang tumbuh seperti Gilbert sendiri.

Ruangan itu penuh dengan hiasan halus. Pengaturan yang mahal. Namun, fakta bahwa kualitas ornamen yang bagus adalah kriteria untuk menentukan siapa yang mampu tinggal di tempat itu menggelikan.

Semuanya berantakan. Ruangan itu menjadi tempat pembunuhan lima orang sekaligus. Gadis itu, yang bernoda darah, adalah pelakunya. Bahkan dengan pakaian dan aroma tubuhnya dicuci darah, kecantikannya tetap tidak hilang. Dia adalah pembunuh tercantik di dunia.

"Hei, kau akan menerimanya, kan, Gilbert?" Tersenyum lebar, kakaknya mendorong punggung gadis itu.

Dia melangkah ke sisi Gilbert. Secara otomatis, Gilbert mundur selangkah. Tubuhnya telah bergerak secara refleks dalam penolakan dan ketakutan. Dia mengerikan.

--Jangan lihat aku

Saudaranya terus-menerus bersikeras bahwa gadis di depannya adalah 'alat' dan dengan paksa menyerahkannya. Memang, dia diperlakukan dan bertindak sebagai alat. Namun, napasnya tampak berat.

Saat mengusap tangannya, yang lengket dengan darah dan lemak, dengan kancing mansetnya, dia menatapnya seolah bertanya apa perintah selanjutnya.

--Kenapa kau menatapku?

Dia berempati dengan ucapan kasar kakak laki-lakinya sampai batas tertentu. Hirarki piramida tidak hanya ada di rumah mereka tapi juga di masyarakat. Agar anak-anak, yang berada di bawahnya, untuk naik ke puncaknya, dibutuhkan usaha. Dan tidak hanya dengan kekuatan sendiri. Agar bisa hidup, agar bisa sukses dalam hidup, maka perlu memanfaatkan berbagai macam aset. Itu bukan sesuatu yang harus dipuji, namun itu adalah sesuatu yang diinginkan Gilbert. Tidak diragukan lagi, jika dia belajar bagaimana menggunakannya dengan benar, dia bisa menjadi perisai dan pedang terbaik.

- Kenapa kau ... menatapku?

Boneka Pembunuh Otomatis itu juga menginginkan Gilbert.
Akhirnya, semuanya berjalan seperti yang direncanakan saudaranya, dan Gilbert, yang masih memiliki fitur seorang pemuda, berdiri di tengah jalan di pusat kota. Dua mata dengan raut misteriusnya menatap kedua lengannya. Boneka itu, yang dibungkus jaketnya, tidak berbau manis, melainkan bau darah yang baru saja mengenainya. Jika dia memiliki fitur seperti monster, dia pasti sudah menduganya, namun penampilannya mirip dengan itu, dengan peri dari beberapa dongeng.

"Aku ... takut padamu."

Gadis itu tidak bereaksi terhadap kata-kata jujur ​​yang keluar dari bibirnya. Matanya yang biru menatapnya.

"Aku ... aku takut ... menggunakanmu." Gilbert melanjutkan sambil memeluknya erat-erat. "Kau sangat mengerikan. Saat ini, mungkin... aku seharusnya membunuhmu."Bergumam dengan menyakitkan, dia tidak melepaskan gadis itu. Dia juga tidak berusaha untuk menjatuhkan dan meninggalkannya di jalan, menembak kepalanya dengan pistol di sakunya, atau meremas lehernya yang ramping dengan tangannya. "Tapi ... aku ingin kau hidup." Dia memeganginya meski ada ketakutan. Kata-katanya jujur. "Aku ingin kau hidup."

Itu adalah sebuah kebenaran yang bersinar dengan samar di tengah dunia yang kejam. Masalahnya adalah apakah mereka bisa tahan menghadapi kenyataan pahitnya. Mungkinkah dia melakukannya?

Tidak yakin, Gilbert memejamkan mata. Dia berdoa untuk pemikiran ideal bahwa akan sangat menyenangkan jika semuanya selesai begitu dia membukanya lagi.

Mata Zamrud terbuka. Situasi menjadi lebih buruk daripada saat dia mendoakannya. Gadis itu melanjutkan pembunuhan pria yang tidak bisa bergerak dengan memukul kepala mereka dengan pentungan. Dia memukul mereka. Darah akan terbang. Jeritan akan meningkat. Dia akan memukul mereka. Orang yang telah memerintahkannya adalah Gilbert sendiri.

Kehidupan menghilang dari tempat itu. Kekerasan melahirkan sesuatu di tempat itu, pemikiran,nurani dan nilai-nilai lain yang telah diberi nama oleh seseorang. Ini…

--Mencurigakan. Ini bukan untuk keadilan. Baginya, milikku dan negara ini ... itulah tujuannya.

Sedikit kesenangan lahir di hati Gilbert di tengah rasa bersalah yang cukup untuk membuatnya ingin muntah, disertai dengan hasrat untuk mengendalikan kekuatan yang luar biasa - seorang gadis yang tidak mau mendengarkan perintah siapapun kecuali dia - , dan rasa superioritas seolah-olah dia telah mengambil alih dunia.

Dengan pembenaran untuk mengantarkannya ke kamar terpisah miliknya, dia beralasan pada dirinya sendiri dan melarikan diri dari lingkaran atasan yang datang untuk mengajukan pertanyaan mengenai gadis itu. Melangkah ke kolam darah orang-orang yang dibantainya, dia menuju ke arahnya.

Sepertinya dia akan membuat darah keluar dari apapun yang disentuhnya. Darah korbannya. Tidak pernah darahnya sendiri Namun, sosoknya saat ini sepertinya adalah salinan dari apa yang Gilbert mungkin lihat lagi suatu hari nanti, tubuhnya benar-benar tertutup darah. Itulah yang sedang dia coba lakukan.

Perasaan yang tiba-tiba meningkat di dalam dirinya hilang, seperti lilin yang padam. Napasnya sekali lagi berat.

--Tidak ada pilihan lain. Tidak ada pilihan lain. Gilbert berkata pada dirinya sendiri.

Memang, itu keputusan yang tak bisa diubah. Tidak ada yang bisa dilakukan, karena hanya keinginan untuk menyimpan senjata menakutkan yang dia dapatkan, yang memiliki kesadaran, dalam pandangannya. Dia takut dia akan menyakiti orang lain. Dalam keadaan seperti itu, yang terbaik adalah menggunakannya dan berada didekatnya, dan alat itu sendiri menginginkannya juga.

--Tiada pilihan lain... agar kita ... bisa bersama. Agar dia tetap hidup.

Meski begitu, bagian dalam matanya sakit sama persis seperti saat ia menatap langsung ke Matahari.

Gilbert membawa gadis itu ke koridor sepi.

Dia adalah alat. Bukan anak perempuannya atau adik perempuannya. Dia adalah seseorang yang menjadi bawahannya. Akan merepotkan jika orang lain merasakan hubungan mereka yang aneh. Jika mereka tidak menjauhkan diri, mereka tidak akan bisa hidup berdampingan.

--Tetap saja…

Dia membuatnya berjalan, berjalan dan berjalan. Begitu tidak ada orang lain yang melihatnya, dia berbalik dan merentangkan tangannya ke arahnya.

"Kemarilah."

Dia tidak bisa menahan diri. Fakta bahwa seragamnya akan dinodai darah tidak menembus kepalanya. Dia harus menahannya pada saat itu juga, bergerak secara otomatis untuk memeluknya. Ketika mereka pertama kali bertemu dan ketika dia membawanya bersamanya, dia akhirnya melakukannya juga.

Gadis itu memiliki reaksi yang sama. Dia gemetar gelisah, tapi tidak seperti saat lainnya, jari-jarinya yang mungil mencengkeram seragamnya - dengan tegas, seolah mengatakan bahwa dia tidak akan melepaskannya.

Dia adalah mahluk hidup dengan suhu dan berat badan. Kembali ketika saudara perempuannya masih bayi, dia sering membawa dan menenangkan mereka. Perasaan hari-hari itu tumpang tindih. Dia lembut, seolah bisa dipatahkan, sampai membuat Gilbert percaya bahwa dia harus melindunginya apa pun yang terjadi. Dia pas dalam pelukannya lebih dari yang dipikirkannya sebelumnya.

Wajahnya, terlelap dengan kesedihan yang luar biasa, tercermin dalam mata birunya. Dengan cemas, Gilbert berbisik, "Apa kau benar-benar menginginkan ... Tuan seperti ini?"

Dia tidak bisa menghadapi tatapan tak bersalah gadis itu, dan menutup matanya sendiri seolah ingin melarikan diri.

Mata Zamrud terbuka.

"Aku tidak mengerti ... apa yang kau katakan." Meskipun dia masih di usia di mana orang akan dipuji karena kemudaan mereka, bola matanya yang dewasa sebelum waktunya menunjukkan kegusaran saat dia menatap peralatan telekomunikasi.

Saat itu hujan di luar. Suara tetesan yang mengalir ke gedung mengganggu pembicaraan. Suara berisik dari segala arah.

Gilbert, yang memimpin Pasukan Penyerangan Khusus Leidenschaftlich, melakukan tugas berkeliling negeri untuk mengakhiri berbagai konflik yang terjadi di dalamnya. Apalagi, dia memiliki peran untuk membesarkan orang yang akan menjadi kekuatan Unit Penyerbu dalam pertempuran terakhir yang akan datang. Selain itu, dia tiba-tiba menerima satu pekerjaan lagi.

"Soal lokasinya, supir sudah diatur untuk membawanya ke sana. Siapkan dia dan perintahkan dia untuk membunuh. Itu akan cukup. Bunuh semua orang yang ada di gedung itu. Dia tidak perlu khawatir tentang hal lain dan harus kembali segera setelah dia selesai. "

Setelah tiba-tiba menerima pesan dari atasan selama berada di pangkalan divisi militer, dia menentang isi operasi tersebut. "Tapi ...!" Meski dia sudah menunggu giliran bicara, dia menutup mulutnya setelah meninggikan suaranya. "Jika ini dimaksudkan untuk mengendalikan unsur-unsur yang mengganggu, seluruh pasukan saya harus berpartisipasi. Mengapa Anda mendorong misi ini ke Violet sendirian ...? Ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan sendirian. "Dia tidak mampu menahan ketidaksetujuan yang menetes dari nada suaranya.

"Karena lebih baik bila sedikit yang tau hal ini. Sasarannya adalah penyelundup senjata nasional yang menandatangani kontrak ekspor untuk organisasi anti-pemerintah. Hal ini telah dilaporkan oleh seorang mata-mata yang menyusup ke dalamnya. Kita tidak bisa membiarkan masalah ini diselesaikan dengan sendirinya. Bagaimanapun, mereka cukup menyadari kecacatan kita. Saatnya tepat. Kita harus menyelesaikan ini. Sangat disayangkan untuk menyebutnya sebagai perobohan, tapi pasti ada banyak orang yang akan menerimanya seperti itu. Jika kita akhirnya terbongkar ke dunia, bahkan cita-cita meragukan yang kita peluk ini, akan menjadi penting. "

"Kalau begitu, maka semakin banyak alasan untuk mengumpulkan personil yang mampu menyelesaikan misinya."

"Yaitu bonekamu. Senjata pembunuh yang hanya menginginkan perintahmu tanpa mempertanyakannya. Tidak ada yang lebih mampu darinya, bukan? Aku belum lupa tontonan yang kau tunjukkan kepada kami. Berapa banyak yang dia bunuh saat itu? Berapa umurnya? Dengan bimbinganmu, ketepatan pembunuhnya seharusnya semakin meningkat. Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan dia tidak bisa melakukannya. Sebaliknya, jika kau harus memilih antara dia yang melakukannya atau tidak, yang mana? "

"Itu ..."

"Mungkinkah simbol pertahanan nasional yang paling menonjol dari Bougainvillea itu palsu?"

Karena tidak dapat berbicara dengan benar, Gilbert mencengkeram bajunya di samping paru-parunya. Selama beberapa detik keheningan, sebuah bayangan muncul di benaknya tentang dirinya sendiri yang memerintahkan Violet untuk menyelesaikan tugas yang disebutkan. Dia pasti akan menjawab dengan taat "Ya". Tidak akan ada keraguan. Dia bukan orang yang goyah. Jika itu adalah sesuatu yang diperintahkan Gilbert, jika demi Tuan yang merawatnya, dia akan melakukan apapun. Dan yang paling menyedihkan bagi Gilbert adalah Violet mungkin akan menjalankan perannya tanpa kesulitan.

Dia kemudian membayangkan masa depan yang diprediksi di kepalanya. Di dalamnya, dia bisa melihat dirinya tidak bisa tidur di barak, menunggu dia kembali.

"Dia bisa melakukannya." Suaranya akhirnya keluar. "Dia bisa melakukannya, tapi Violet membutuhkan arahan di tempat. Jika Anda telah menyaksikan pembantaian saat itu, Anda mengerti itu, bukan? Dia tidak bisa berfungsi sebagai senjata kecuali saya memberi instruksi. Izinkan saya untuk menemaninya. "

Perkataannya keluar, tapi tidak sesuai dengan yang ia inginkan.

"Violet, apa kau sudah siap?" Berpakaian seragam militer hitam keunguannya, Gilbert menatap gadis itu dengan mata hijau zamrud. Mereka tampak intens di bagian dalam kendaraan yang gelap.

Selain miliknya sendiri, satu-satunya mata yang berkilau menyala adalah milik gadis itu. Untuk memperluas bidang penglihatannya, rambut keemasannya, yang menyertai matanya yang indah dengan warna yang lebih terang daripada biru laut dan lebih dalam dari pada biru langit, diikat di dalam topi militer yang sama dengan yang dikenakan Gilbert.

"Ya." Respons singkatnya tidak memihak namun penuh percaya diri. Gadis yang tidak bisa berbicara itu sudah tidak ada lagi di sana.

Gilbert menyerahkan sebuah pisau dan pistol kepada prajurit perempuan yang cantik itu. "Kami pergi ke sana dengan dalih berbicara, tapi itu bukan niat kami. Apa yang akan kita lakukan ... akan menjadi contoh bagi semua penyelundup senjata yang terlibat dengan Leidenschaftlich. "

"Aku siap."

"Bagian dalam tidak cukup luas untuk perkelahian besar. Aku ingin kau menyesuaikan diri dengan kondisi medan pertempuran ini secepat mungkin. Kau tidak bisa menggunakan Witchcraft. Tapi aku juga ikut masuk. Aku akan melindungimu. Fokuskan pikirkanmu untuk mengalahkan musuh. "

"Ya, Mayor." Saat dia mengangguk, tidak peduli bagaimana orang memandangnya, dia tidak memberikan kesan sedikit pun bahwa dia akan membunuh orang. Bahunya yang ramping dan tubuh yang lembut menunjukkan bahwa dia berada di usia pertengahan remaja atau mungkin lebih muda lagi.

Gilbert meliriknya dengan sedih dan meninggalkan mobil. Di luar gelap. Langit malam tanpa bintang menciptakan suasana yang tenang.

"Tidak lebih dari tiga puluh menit. Tunggu disini."

Setelah memberitahu sopirnya, mereka berdua masuk ke properti yang menyela dua gang. Di depan tempat yang tampaknya tidak memiliki penyimpangan ada orang berwajah keras yang menjaga gerbang, memegangi senapan seolah untuk dipajang.

Ada beberapa rumah di dekatnya, tapi tidak ada lampu yang menyala. Tempat itu adalah daerah perumahan yang ditinggalkan di belakang sebuah distrik yang jauh di dalam kota pinggiran kota. Ada alasan mengapa tidak ada yang tinggal di dalamnya lagi - tidak ada keluarga normal yang ingin berada di lingkungan yang berbau darah dan kekerasan.

"Saya adalah afiliasi tentara Leidenschaftlich, Mayor Gilbert Bougainvillea. Saya datang menemui agen senjata. Aku tahu dia ada di sini. Katakan padanya aku punya sesuatu untuk didiskusikan. "

Penjaga gerbang tersebut ternyata menunjukkan ketidaksenangan pada pengunjung yang tiba-tiba datang.

"Aah ...? Apa apaan lu? Jangan sok lu njing. Menurutmu siapa yang kau ajak bicara? "

Atas sikap tak pantas sambil meludahi sepatunya, Gilbert tetap tanpa ekspresi sambil bergumam, "Anda juga harus memperhatikan bahasa Anda."

Dengan tindakan cepat, dia menahan senapan penjaga gerbang di satu tangan, sekaligus menenggak tinjunya ke perut yang lain. Dia kemudian mengarahkan senapan ke bagian atas kepala penjaga gerbang yang mengerang, memukulnya dengan itu. Itu tidak berakhir di situ; Begitu yang terakhir jatuh ke lututnya, Gilbert mendaratkan wajahnya di sepatu militernya. Sejumlah besar darah dan gigi berceceran dari mulut penjaga gerbang. Gilbert melotot dingin saat dia berteriak kesakitan dengan mendengking dan bersungut. Kekejamannya meningkat saat menggebuk pria itu.

"Pergilah. Lain kali, aku akan memakai pistol. "

Perintahnya adalah untuk membunuh semua orang di gedung itu. Mereka belum masuk. Dia telah membiarkan yang lain hidup karena belas kasihan. Namun, beberapa detik setelah pria itu melarikan diri, gadis itu dengan akurat menembak kepalanya dengan pistolnya saat dia melarikan diri. Tangan pria yang ditembak itu memegang pistol tersembunyi.

"Violet."

"Mayor, dia sedang mengarahkan pistol ke arahmu."

Beberapa menit setelah keduanya masuk ke dalam gedung, tembakan-tembakan dan jeritan ganas bergema seperti potongan musik. Suara gemuruh dan kaca pecah, teriakan kesakitan yang mengerikan. Mereka dimainkan dalam harmoni dan terus berjalan berulang-ulang, sampai akhirnya, berakhir dengan jeritan yang sangat mengerikan. Bangunan yang merupakan satu-satunya sumber cahaya di daerah tersebut akhirnya kehilangan kilaunya dan interiornya menjadi sangat sepi.

Dunia akhirnya kembali bentuk aslinya. Saat yang hening dimana semuanya  jatuh tertidur lelap.

"Betapa membosankan." Mengisi pistolnya, yang kehabisan peluru, Gilbert menghela napas dan duduk di sofa. Mayat terbaring di lantai didepannya, tapi dia mengabaikannya karena tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.

Violet-lah yang ditunjuk oleh perwira atasan untuk mengurus agen senjata. Dia sebenarnya seharusnya datang ke tempat itu sendirian.

--Dia sudah menangani tentara musuh, tapi sekarang dia harus melakukan pekerjaan kotor semacam ini. Orang-orang yang lebih tinggi memperlakukannya tidak lain sebagai alat pembunuhan.

Jika pembuangan unsur bermasalah itu demi negara mereka, dia bisa melakukannya tanpa menghambat pikirannya. Seandainya dia sendirian, dia tidak akan memikirkan hal seperti itu.

"Mayor, apakah ada yang salah? Misi telah selesai. Tidak ada yang selamat. "Bahkan dalam situasi seperti ini, gadis yang bersangkutan memeriksa mayat dengan wajah tenang.

Gilbert tahu lebih baik dari siapa pun bahwa tidak perlu menemaninya.

"Tidak." Saat dia membiarkan pandangannya berkeliaran di lantai, kaki seorang pria yang dia bunuh muncul. Terganggu, dia mengalihkan tatapannya. "Aku baik-baik saja. Kau lelah kan? Duduklah."

Saat dia menunjuk sofa, dia sedikit ragu tapi dengan patuh duduk. Itu adalah pemandangan yang aneh - seorang pria dan seorang gadis dengan santai meluangkan waktu di sebuah ruangan yang penuh dengan mayat. Cahaya bulan yang menyilaukan itu mengalir dari jendela dan menyinari kedua penjahat itu.

Violet mengamati atasannya - lebih tepatnya, seseorang yang dia anggap lebih dari sekedar atasannya - saat dia menolak untuk menatapnya. Apa pemilik mata biru itu yang berpikir? Sepertinya dia tidak melihat yang lain kecuali dia; Begitulah tatapannya sekarang.

"Apa boleh kita tidak segera pergi?"

"Satu menit lagi dan kita pergi. Begitu kita keluar dari sini, kita akan kembali ke barak dan rutinitas bepergian kita. Kita akan membasmi unit musuh sesuai perintah atasan, melakukan perjalanan lagi, dan membasmi lagi. "

"Iya."

"Hanya ada ... sangat sedikit waktu yang kuhabiskan ... denganmu."

"Iya."

"Meskipun kita sudah bersama sejak kecil, akhir-akhir ini, hanya disaat seperti ini ..."

"Iya."

Dia merasa tenggorokannya tersumbat duka. Itu adalah perasaan yang tidak cocok dengan kepala dinginnya. Semua itu disebabkan oleh gadis yang duduk di sebelahnya. Itu karena orang yang mengangkat dan mengatur tentara wanita berdarah dingin itu adalah Gilbert sendiri. Dia yang menggunakannya sebagai alat pembunuhan tidak berhak untuk mencaci maki orang lain.

"Hum, Violet ... maaf, bisakah kau membuka jendela? Bau darah ini sangat mengerikan. "

Setelah melangkah diatas kolam darah, jendela dibuka. Meskipun malam itu tidak berbinar, malam yang suram, bulan sekarang sudah padam. Terkena cahaya bulan, raut wajahnya berkilau dengan mata Gilbert. Fitur wajahnya yang cantik sudah berkembang sepenuhnya, meski masih remaja. Tetesan darah telah berceceran di pipinya yang putih, menodai penampilannya yang murni.

"Mayor?" Mungkin karena tidak enak karena tatapannya yang begitu tajam, Violet memiringkan lehernya ke Gilbert.

"Violet, kau sudah menjadi lebih tinggi lagi." Suaranya terdengar serak. Dia menutupi kepalanya dengan kedua tangan terlipat di atas lututnya. Kapan pun dia melihat sosoknya yang semakin cantik, rasa sakit yang tak terlukiskan akan mendidih di dadanya.

"Apakah begitu? Jika Mayor berkata begitu, mungkin itu benar. "

"Apa kau terluka?" Tidak mudah baginya untuk berbicara tanpa kegagapan.

"Tidak. Mayor, apa kau baik-baik saja? "

"Apakah kau membenciku?" Saat dia berbicara seolah memuntahkan darah, gadis itu mengedipkan mata karena terkejut. Dia pasti benar-benar terkejut.

Setelah beberapa saat terdiam, dia menjawab dengan suara rendah, seolah berbisik, "Saya tidak mengerti pertanyaanmu."

Bagi Gilbert, itu merupakan respons yang bisa ditebak. Senyuman kering secara alami menimpanya.

"Apakah saya ... gagal melakukan sesuatu?"

"Bukan, bukan begitu. Tidak ada yang salah. "

"Jika ada sesuatu yang tidak tepat, tolong beritahu saya. Saya akan memperbaikinya."

Sosoknya saat dia menjadi seperti alat,tidak peduli bagaimanapun, terlihat sulit untuk ditanggung Gilbert.

--Namun, aku tidak punya hak untuk berpikir bahwa ini menyedihkan atau bahwa mengasihaninya.

Itu sulit, namun dia tidak bisa melepaskan diri dari penderitaan itu.

"Violet, tidak ada yang salah. Itu benar. Jika ada yang perlu dikritik, itu adalah kau yang berada di sampingku, membunuh orang tanpa ragu untukku. Yang harus disalahkan untuk semua ini adalah aku. "

Violet tidak memiliki rasa baik dan buruk sejak awal. Dia tidak 'tahu' apa yang bisa dianggap benar atau salah. Dia hanya mengejar orang dewasa yang memberinya perintah.

"Kenapa begitu? Saya adalah senjata Mayor. Sudah jelas bahwa Anda akan menggunakan saya."

Itu karena kata-kata Violet tidak mengandung kebohongan sehingga masing-masing darinya menusuk seluruh tubuh Gilbert. Dia hanyalah alat pembantaian, tanpa emosi.

"Bagaimanapun ... akulah yang harus disalahkan. Saya tidak ingin Anda melakukan ini. Tetap saja, saya membuat Anda melakukannya. "

Terlepas dari betapa cantiknya dia, terlepas dari seberapa banyak pria yang mengasihinya...

"Bagiku, kau bukanlah alat ..."

... dia adalah boneka tanpa perasaan ...

"Bukan alat ..."

... yang hanya menginginkan perintah.
Gilbert ingin berteriak. Dia mungkin ingin melakukannya sejak kecil, jika diizinkan. Seandainya dia diizinkan untuk bebas, tanpa harus peduli berperilaku baik, kenyataannya selalu selalu, selalu selalu ingin berteriak, "Memangnya aku bisa menerima ini."

--Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Memangnya aku bisa menerima ini. Aaaah, aku tidak terima ini!
Kapan perasaan itu tumbuh dalam dirinya?

--Mengapa pada saat seperti itu?

Dia tidak tahu apa yang memicunya.

--Kenapa dia?

Jika dia pernah ditanya apa yang dia sukai tentangnya, dia takkan bisa mengungkapkannya secara langsung dengan kata-kata.

--Siapapun juga boleh.

"Mayor." Sebelum dia menyadarinya, dia merasa senang setiap kali dia memanggilnya.

--Meski begitu, mataku mengejar dan mencarimu.

Dia percaya bahwa dia harus melindunginya saat dia mengikutinya dari belakang.

--Bibirku…

Dadanya ditumbuk dengan rasa kecintaan yang tidak dapat diubah.

- ... merasa seperti mereka akan berkata "Aku mencintaimu".

Setelah mengakui bahwa dia mencintainya, dia mencoba berhenti menyeretnya ke medan perang.

--Untuk siapa dan untuk tujuan apa pengabdian itu? Menganggap semua itu demi diriku ... bibirnya secara otomatis hanya akan mengucapkan kata-kata yang terdengar menyenangkan bagiku. Karena dia mencari pengabdian dan perintah, Mendengarkan perintah Tuannya adalah motivasinya. Lalu ...

"Aku kamu…"

- Bagaimana dengan hidupku sendiri?

"Kau…"

--Untuk siapa...

"Kau…"

--…cintaku ini?

"Violet…"

--Demi siapa ... aku hidup sekarang?



"Apa itu cinta'?"

"Violet, cinta itu ..."

Pada saat itu, dia mengerti segalanya.

--Aah.

Gilbert tidak menyukai ungkapan itu.

--Itu takdir.

Bagaimanapun, itu akan menghapus semua usaha yang telah dia habiskan sejauh ini. Dia tidak dapat menerima fakta bahwa pengalaman itu sudah ditumpuk sejak masa mudanya, sejak kecil ia bertujuan untuk naik ke puncak piramida, demi takdir. Segala sesuatu harusnya merupakan hasil usahanya. Meski begitu, di ambang pintu kematian, Gilbert mengerti.

--Itu takdir.

Alasan mengapa dia dilahirkan dalam keluarga Bougainvillea ...

--Itu takdir.

Alasan mengapa saudaranya telah meninggalkannya dan memutuskan hubungan dari keluarganya ...

--Itu takdir.

Alasan mengapa saudara laki-laki itu menemukannya dan membawanya pulang bersamanya ...

--Itu takdir.

Alasan mengapa Gilbert akhirnya mencintainya ...

--Itu takdir.

"Violet."

--Untuk ... mengajarkan apa itu cinta ... kepada gadis yang tidak mengetahuinya ini. Itulah tujuan hidupku.

"Aku tidak mengerti ... aku tidak mengerti ..." dia mengeluh melalui isak tangisnya, "Aku tidak mengerti ... aku tidak mengerti cinta. Aku tidak mengerti ... apa yang sedang dibicarakan Mayor. Jika begini jadinya, untuk apa aku bertarung? Mengapa kau memberiku perintah? Aku ini... alat. Hanyalah alat Alat. Aku ini milikmu. Aku tidak mengerti cinta ... aku hanya ... ingin menyelamatkan ... kau, Mayor. Tolong jangan tinggalkan aku sendiri. Mayor, tolong jangan tinggalkan aku sendiri. Tolong beri aku perintah! Bahkan jika itu membebani hidupku ... tolong perintahkan aku untuk menyelamatkanmu! "

--Aku mencintaimu, Violet. Seharusnya aku ... memberitahumu ini ... lebih tepat dalam kata-kata. Banyak isyarat yang akan kau tunjukkan, bagaimana mata birumu akan melebar setiap kali menemukan sesuatu yang baru ... aku senang melihatmu seperti itu. Bunga, pelangi, burung, serangga, salju, daun yang jatuh dan kota-kota dipenuhi lentera... Aku ingin menunjukkan semuanya kepadamu dalam cahaya yang lebih indah. Aku ingin memberimu waktu untuk menghargai mereka dengan bebas, bukan dengan pikiranku tapi pikiranmu sendiri.Aku tidak tahu ... bagaimana kau akan hidup tanpaku di sana. Tapi, jika aku tidak ada, bukankah kau bisa ... melihat dunia dengan cara yang sedikit lebih indah, seperti aku melihatnya melalui dirimu? Sejak kau datang ke sisiku, aku... hidupku... hampir hancur, tapi ... aku telah menemukan sebuah makna untuk hidup selain membidik puncak piramid itu. Violet. Kau telah ... menjadi segalanya bagiku. Segala sesuatu. Tidak terkait dengan Bougainville. Hanya ... untuk pria bernama Gilbert. Awalnya, aku takut padamu. Namun pada saat yang sama, aku percaya bahwa aku ingin melindungimu. Meskipun kau telah berbuat berdosa tanpa menyadarinya, aku masih berharap agar kau dapat hidup. Setelah aku memutuskan untuk menjadikanmu, seorang penjahat, saku juga menjadi penjahat. Kesalahanmu adalah kesalahanku. Aku suka kita yang saling berdosa. Itu benar, seharusnya aku ... memberitahumu ini. Itu sesuatu yang sangat langka. Aku memiliki sedikit hal yang kusuka. Sebenarnya lebih banyak hal yang kubenci. Aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak menyukai dunia ini, atau gaya hidup ini. Aku melindungi negaraku, namun sebenarnya aku tidak menyukai dunia ini. Hal-hal yang kusukai adalah ... sahabat terbaikku, dan pastinya keluargaku... dan kau. Violet, hanya kau. Hidupku hanya terdiri dari itu. Ingin melindungimu... dan berusaha membuatmu tetap hidup ... adalah hal pertama dalam hidupku yang kulakukan apa pun yang terjadi dengan kehendakku sendiri. Dengan sengsara, aku membuat keinginan ini. Violet. Aku ingin ... melindungi ... kau ... lebih, lebih dan lebih.


Mata zamrud terbuka. Itu adalah dunia kegelapan. Suara serangga bisa terdengar dari kejauhan.

Apakah itu dunia nyata atau tidak?

Saat mencium bau obat, dia langsung tahu bahwa dia berada di rumah sakit. Gilbert membenarkan situasinya. Dia terbaring di tempat tidur.

Ingatannya berangsur kembali. Dia seharusnya meninggal di medan perang. Namun, barangkali karena dia telah berdoa dengan sangat sedih, meskipun Tuhan tidak pernah mengabulkan permintaannya sampai sekarang, Dia telah membiarkannya hidup.

Hanya satu matanya yang terbuka. Terlepas dari seberapa keras dia mencoba, mata dari sisi yang terbungkus perban tidak bergeming. Dia ingin menggerakkan tangannya untuk menyentuhnya, untuk memeriksa apa yang terjadi padanya. Namun, sekali lagi, hanya satu tangannya yang bergerak.

Dia bertanya-tanya siapa yang telah melakukannya. Dia sekarang memiliki lengan mekanis.

Gilbert memutar wajahnya ke samping. Dia bertemu dengan mata seseorang dalam kegelapan. Itu adalah pria berambut merah.

"Kau ... cukup tangguh."

Satu-satunya pria dalam kehidupan Gilbert yang disebutnya "teman terbaik" ada di sana. Dia tampak kelelahan. Apa yang terjadi dengan seragamnya? Dia mengenakan baju dan celana.

"Sama ... untuk ... mu." Saat dia balas dengan suara serak, temannya tertawa.

Dia tertawa, tapi kemudian berubah menjadi isak tangis. Gilbert mengira sayang sekali dia tidak bisa melihat wajah temannya yang menangis hanya dengan satu sisi penglihatannya.

"Bagaimana dengan Violet?"

Temannya pasti tahu sebelumnya bahwa pertanyaan seperti itu akan diajukan. Dia menggeser kursi yang sedang didudukinya dan menunjukkan tempat tidur di sampingnya. Gadis yang dicintai Gilbert berbaring di sana.

"Jika ... dia ... mati ... maka tolong bunuh aku juga."

Dengan mata tertutup, dia tampak seperti patung, sehingga tidak mungkin untuk membedakan apakah dia masih hidup atau tidak. Temannya dengan lembut mengatakan kepadanya bahwa dia masih hidup, tapi lengannya tidak lagi berguna.

"Hanya ... satu ... dari mereka?"

"Tidak, keduanya. Keduanya ... sekarang digantikan tangan buatan. "

Gilbert dengan tegas berusaha berdiri. Sementara temannya bergegas memperingatkan agar tidak melakukannya, Gilbert meminjam tangannya, berjalan tak jauh dari tempat tidur gadis itu dengan kaki gemetar. Saat dia menemukan selimut tipisnya, lengannya yang halus dan putih tidak ada lagi. Digantikan lengan prostetik tempur khusus, meski orang tidak bisa mengatakan apakah dia akan bertarung lagi.

Siapa yang memakaikannya?

Gilbert menyentuh lengan prostetik Violet dengan tangan dagingnya. Itu dingin. Apa yang seharusnya terjadi di sana sudah tidak ada lagi. Lebih dari pada kondisinya sendiri, dia harus menanggungnya.

"Mayor. Apa yang harus saya lakukan dengan ini ... setelah memilikinya? "

Lengan yang memegang bros zamrud itu telah hilang.

"Mayor."

Tangan yang mencengkeram lengan Gilbert agar tak terpisah darinya pun lenyap. Mereka tidak akan pernah kembali.

"Aku ingin ... mendengarkan ... perintah Mayor. Jika saya ... memiliki perintah Mayor ... saya bisa pergi ... kemana saja. "

Apa yang telah hilang tidak akan pernah kembali padanya.

Penglihatan Gilbert kabur dengan air mata sampai-sampai dia tidak bisa melihat gadis tercintanya lagi. "Hodgins, aku punya permintaan."

Menumpahkan satu tetes air mata, mata zamrud itu menutup.